Politisi Inggris – Isu perubahan iklim kembali memanas di ranah politik Inggris setelah seorang politisi senior menyatakan bahwa target-target iklim yang selama ini di junjung tinggi ternyata tidak sepenuhnya di dasarkan pada ilmu pengetahuan. Pernyataan ini menyulut kontroversi, sebab ia menyebut bahwa Inggris bisa saja meninggalkan Perjanjian Paris—sebuah kesepakatan global yang selama ini menjadi simbol perjuangan dunia melawan pemanasan global.
Kritik Pedas Terhadap Target Emisi Nol Bersih
Politisi tersebut, yang enggan di sebut namanya dalam wawancara langsung, melontarkan kritik tajam terhadap ambisi Inggris untuk mencapai net-zero atau emisi karbon nol bersih pada tahun 2050. Ia menyebut target ini sebagai “ambisi buta yang lebih banyak di dasarkan pada tekanan politik ketimbang perhitungan ilmiah yang objektif.” Ia menuding para pembuat kebijakan terlalu cepat mengadopsi agenda hijau tanpa menimbang realitas ekonomi dan teknologi saat ini.
Lebih jauh, ia mempertanyakan metode ilmiah yang di gunakan dalam merumuskan target-target tersebut. Menurutnya, “banyak asumsi dalam model iklim yang di gunakan tidak realistis dan di dasarkan pada skenario terburuk yang bahkan tidak pernah terjadi.” Ia juga menuding bahwa para ilmuwan dan aktivis iklim terlalu sering menyajikan data secara dramatis demi menarik perhatian publik dan meraih slot server kamboja.
Perjanjian Paris Dianggap Tak Relevan
Pernyataan yang paling menggelegar datang saat ia menyebut Perjanjian Paris sebagai “dokumen simbolik yang lebih berfungsi sebagai alat propaganda ketimbang solusi praktis.” Ia berpendapat bahwa perjanjian tersebut telah kehilangan relevansi karena banyak negara besar, seperti Tiongkok dan India, tidak benar-benar berkomitmen terhadap pengurangan emisi. “Kita sedang bermain di panggung global dengan aturan main yang timpang. Inggris melakukan pengorbanan besar, sementara negara-negara besar lainnya menunda-nunda dan terus meningkatkan emisi mereka.”
Menurutnya, sudah saatnya Inggris mengevaluasi ulang komitmennya terhadap perjanjian tersebut. Ia bahkan membuka kemungkinan bahwa negaranya bisa menarik diri dari kesepakatan itu, mengikuti jejak Amerika Serikat di masa pemerintahan Donald Trump. “Jika kita terus bertahan dalam perjanjian yang tidak adil dan tidak efektif, kita hanya sedang menyakiti diri sendiri.”
Respons dari Aktivis dan Ilmuwan
Pernyataan sang politisi tentu tidak di biarkan begitu saja. Komunitas ilmuwan dan aktivis iklim langsung bereaksi keras. Mereka menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk kemunduran dan pengkhianatan terhadap perjuangan jangka panjang melawan perubahan iklim. Banyak yang menyebutnya sebagai bentuk disinformasi yang berbahaya karena bisa meruntuhkan kepercayaan publik terhadap urgensi krisis iklim.
Seorang profesor klimatologi dari Universitas Oxford bahkan menyebut pernyataan itu sebagai “serangan langsung terhadap ilmu pengetahuan dan generasi masa depan.” Ia menjelaskan bahwa meski ada ketidakpastian dalam model iklim, konsensus ilmiah global sangat kuat: bahwa perubahan iklim nyata, di sebabkan oleh manusia, dan akan berdampak destruktif jika tak di tanggulangi secara kolektif.
Tekanan Politik dan Kepentingan Ekonomi
Namun tak bisa di mungkiri, ada dorongan besar dari kalangan industri dan ekonomi yang merasa di rugikan oleh kebijakan iklim yang ketat. Banyak pengusaha mengeluhkan tingginya biaya transisi ke energi bersih, serta kekhawatiran bahwa kebijakan semacam itu akan membunuh daya saing industri Inggris di pasar global.
Politisi yang bersuara ini di yakini sedang menyalurkan aspirasi kelompok-kelompok bisnis konservatif yang menganggap kebijakan hijau sebagai beban ekonomi. Mereka mendesak agar pemerintah lebih fokus pada pertumbuhan dan ketahanan energi nasional, ketimbang mengejar idealisme iklim yang di anggap tidak realistis.
Aroma Perpecahan di Tubuh Parlemen
Pernyataan ini menambah panas perdebatan di parlemen Inggris. Fraksi konservatif pun terbelah: sebagian mendukung keberanian politisi tersebut untuk mempertanyakan konsensus global, sementara sebagian lainnya mengkhawatirkan dampak diplomatik dan reputasi Inggris jika benar-benar meninggalkan Perjanjian Paris.
Yang jelas, retorika ini menjadi sinyal bahwa masa depan kebijakan iklim Inggris tidak akan lagi berjalan mulus. Di balik narasi penyelamatan planet, tersimpan pertarungan kepentingan yang bisa jadi jauh lebih kejam dari badai iklim itu slot777.